Ya Allah seandainya bukan karena
Perantara Al Azhar dan Ulama di Mesir maka alangkah sedikitnya Ilmu dan
Ma'lumat kami ini.
K.H.Hasan Abdullah Sahal Pimpinan
Pondok Darussalam Gontor pernah berkata:
Wahai anak-anaku seandainya kalian ingin mencari ilmu, maka Mesirlah tempatnya.
كلمة لا شك و لا ريب فيها
Dimana dikisahkan dan beliau juga
pernah memberikan talkshow karena permintaan Jamaah akan Pengalaman beliau
dalam menuntut ilmu di negeri Mesir.
Seorang pemuda cerdas lulus SMA dengan
prestasi tinggi. Semula beliau berniat melanjutkan studi ke Jerman karena ingin
belajar membuat rudal dan satelit. Namun saat duduk di kelas 11, beliau berubah
pikiran dan berniat melanjutkan ke Al-Azhar di Kairo. Dimana beliau pun ketika
itu memberitahu keluarganya tentang niatnya tersebut. Namun sang ayah menolak
keras karena khawatir anaknya kelak menjadi seorang pengemis yang hidup dari
sedekah. Entah apa yang melatarbelakangi pemikiran ayahnya sehingga sampai
berkesimpulan seperti itu.
Pemuda itu tetap ngotot ingin pergi
ke Al-Azhar. Bahkan ia mengatakan kepada keluarganya, “Seandainya umur saya
tinggal satu hari, saya ingin mati di Al-Azhar.” Ayahnya juga tetap bersikukuh
menolak.
Bahkan beliau karena tekad dan
azzamnya yang tinggi lalu pergi ke Syekh Ramadhan buthi dan bertanya: Apa
hukunya saya membohongi keluarga saya untuk menuntut ilmu syariat? Maka Syekh
Buthi Menjawab: boleh
Ma syaa Allah sosok pemuda luar
biasa yang penuh inspirasi BERTEKAD BELAJAR DI AL AZHAR MESIR.
Akhirnya, dengan terpaksa pemuda
itu mendaftar di Universitas Damaskus Suriah, Fakultas Syariah. Mengetahui hal
itu, ayahnya marah besar dan memaksanya agar keluar dari Fakultas Syariah.
Dengan terpaksa pula akhirnya ia pindah ke Fakultas Geologi di universitas yang
sama. Padahal ia tidak suka sama sekali fakultas itu.
Tak lama setelah itu, kepada
keluarganya beliau menyatakan ingin pergi melanjutkan kuliah di Jerman. Ayahnya
setuju, bahkan sangat senang. Akan tetapi keinginannya untuk belajar di
Al-Azhar lebih besar daripada tekad dan penolakan ayahnya.
Diam-diam tanpa sepengetahuan
ayahnya, ia pergi ke Kairo. Awalnya, ia pergi ke Yordania dengan alasan piknik
bersama teman kuliah. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1964. Dari Yordania, ia
melanjutkan perjalanan ke Kairo.
Kondisi politik di Kairo saat itu
sedang kurang kondusif. Ia tertahan di bandara dan tidak diizinkan masuk.
Bahkan ia hampir dideportasi ke Suriah. Akan tetapi ia menolak dideportasi dan
bersikeras ingin tetap di situ. Setelah beberapa lama di situ, akhirnya ia
mendapatkan izin khusus untuk masuk. Awal kebahagiaan yang tiada tara bisa
mencapai negeri impian.
Beliau pun mencari rumah kawannya,
kalau tidak salah di Roxi namun Bunga-bunga kebahagiaan pemuda itu ternyata tak
bertahan lama.
Setelah berada di Kairo dan hendak
mendaftar di Al-Azhar, ia ditolak karena ijazah SMA yang ia miliki jurusan IPA
(syahadah ilmiah). Padahal, peraturan di sana saat itu mensyaratkan bagi siapa
saja yang hendak mendaftar di Al-Azhar harus memiliki ijazah IPS (syahadah
adabiyah).
Namun, dengan izin Allah dan
perantara bantuan Syekh Nuruddin Athar akhirnya beliau diterima sebagai
mahasiswa Al-Azhar setelah melewati beberapa ujian sulit dan panjang yang harus
ia tempuh.
Pemuda itu tinggal di Kairo dengan
penuh kemiskinan. Keluarganya tidak mengirimkan uang sepeser pun kepadanya
karena dianggap telah berkhianat. Pihak kampus pun tidak memberikan beasiswa
pada awalnya.
Dengan izin Allah lagi, akhirnya
pemuda itu berhasil mendapatkan beasiswa dari kampus. Akhirnya, ia bisa belajar
dengan tenang dan penuh konsentrasi.
trmasuk orang yg ga punya Wkt
belajar di Al azhar, beliau bahkan ga punya duit buat beli buku. Namun akhirnya
beliau menyalin ratusan ribu halaman dgn tangannya kitab-kitab hebat.
Kadang makan roti kering, sekedar untuk mengganjal perut. Yang penting buat
beliau, bisa baca buku dari ba’da shubuh sampai dengan jam 10 malam. Tiap hari
beliau lakukan itu, selama 10tahun kurang lebih.
Waktu berjalan hingga akhirnya
beliau berhasil menyabet gelar Doktor dalam bidang Ushul Fikih.
Setelah itu, beliau memutuskan
untuk pergi ke Kuwait dan mengajar di sana. Beliau juga merintis dakwah di sana
dan akhirnya menjadi salah satu tim ahli dalam penyusunan Mausu’ah Fiqhiyyah
Kuwaitiyah (Ensiklopedi Fikih Kuwait) yang seluruhnya berjumlah 45 jilid tebal.
Kitab fikih tematik ini sangat fenonemal dan mendunia sehingga menjadi rujukan
bagi para ahli yang ingin mengkaji berbagai permasalahan fikih dengan sangat
mudah.
Tahukah anda siapakah nama pemuda
itu?
Beliau adalah
''Syaikh Prof. Dr. Muhammad Hasan
Hito''
salah seorang ulama ahli Ushul
bermadzhab Syafi’i. Dilahirkan di Suriah pada 11 Zulqa’dah 1362 H / 10 Oktober
1943 M. Di samping pakar Ushul, beliau juga pakar akidah, fikih, ilmu hadits,
tafsir dan mantik. Semoga Allah senantiasa menjaga beliau ya Rabb .
Beliau juga mendirikan sebuah
perguruan tinggi di Cianjur yang diberi nama Jami’atul Imam Asy-Syafi’i
(Sekolah Tinggi Agama Islam Imam Syafi’i). Yang mana bersama beberapa ulama
dari Suriah, beliau mengelola perguruan tinggi tersebut dan dibantu oleh
Ulama-ulama yang ada di indonesia.
Beliau Sekarang sdg menulis kitab
fiqh terlengkap sedunia 160 jilid. Yg sdh, kitab ibadah 40 jilid.
Syeikh Hasan Hito hidupnya sangat
prihatin krena Keluarganya pun bukan keluarga mampu. Tapi beliau tokoh berpengaruh
sekarang.
Syeikh Hasan Hito prnah brtutur,
saya dulu meninggalkan dunia, prihatin, hidup sederhana, untuk menuntut ilmu,
ibadah mengharakan ridha Allah Tapi skrng dunia yg dtg kepada saya.
Saran beliau saat itu ketika dunia
datang, beliau serahkan untuk sebanyaknya orang.
Jazakumullah khaira Maulana Syekh
Hasan Hito. Semoga kami semua bisa belajar dan mengambil banyak i'tibar dari
engkau dan melanjutkan perjuangan dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya serta
berkah ilmu.